Minggu, 31 Oktober 2010

Kanvas

Senin, 01 November 2010

Di Istana Bogor, patung perempuan di mana-mana. Telanjang. Tubuh dengan lekuk yang jelas. Badan dengan proporsi yang rapi. Tampilan jangat yang kencang tapi halus. Paras dengan raut yang tanpa cela.…


Bung Karno telah merias kediaman resmi itu dengan seleranya, selama ia tinggal di sana sebagai presiden pertama sekitar 10 tahun. Para penggantinya dengan satu dan lain cara masih menghormatinya. Pajangan koleksi itu tak dihancurkan. Bahkan tampak dirawat.


Tapi Bung Karno telah pergi lebih dari 40 tahun yang lalu. Zaman berubah, pemimpin berganti. Di masa yang kian konservatif kini, orang tetap menghormati tinggalan itu, tapi agaknya tak mudah menerimanya. Oktober 2009 saya mengunjungi Istana itu dengan beberapa sastrawan dalam dan luar negeri; para tamu tertawa geli. Mereka lihat tiap patung itu ditutupi selembar kain yang dibelitkan. Sensor atau bukan, efeknya justru membuat karya-karya tiga dimensi itu—yang semula bertaut dengan ruang—seakan-akan melepaskan diri dari latar belakang. Mereka lebih hadir. Ketelanjangan itu justru menarik perhatian: penutup itu mengalahkan dirinya sendiri.


Tapi juga keindahan bisa mengalahkan dirinya sendiri—jika keindahan diartikan seperti yang tampak di deretan patung di Istana Bogor itu. Bentuk-bentuk itu dimaksudkan sebagai karya artistik. Tapi ketika yang artistik hanya berarti cantik, yang ”indah” pun jadi sesuatu yang tunggal. Kecantikan, kerapian, dan keapikan akan menguasai total bentuk-bentuk, dan apa yang tak cantik, tak rapi, dan tak apik adalah sesuatu yang ”lain”—yang harus dilenyapkan.

Senin, 25 Oktober 2010

DEWASA

"DEWASA".. Sebenarnya tidak ada yang terlalu menarik dari 6 huruf ini, hanya mungkin akan tercipta sebuah perasaan yang sulit untuk diungkapkan dengan indera ketika mendengar kata ini. Sebuah rasa akan kekuatan, kemantapan dan juga kesiapan.

Tadi malam selesai Maghrib aku hidupkan channel TV (lama sekali rasanya sudah tidak melihat media elektronik ini bergerak-gerak). Aku mencari-cari tombol nomor 3 dan menekannya. Siaran berhenti di channel Metro TV. Golden Ways'a pak Mario sudah berlangsung dari 1/2 jam yang lalu. Tema yang sedang disampaikan adalah "Falling In and Out of Love" (kalau tidak salah baca). Karena tema yang sepertinya cukup menarik aku pun mempersiapkan diri, menarik sebuah kursi dan duduk dengan baiknya di depan TV.

Seperti yang mungkin sudah bisa ditebak, isi bahasan yang disampaikan adalah all about love. Bagaimana agar cinta terus bersemi, bagaimana untuk setia, bagaimana caranya mendapatkan cinta dari orang yang kita sukai, bagaimana mencintai seseorang tanpa menuntut apa pun darinya dan lain-lain dan sebagainya. Semua mempunyai permasalahan sendiri-sendiri tentang cinta. Baik pasangan ibu-bapak yang sudah menikah, muda mudi yang sedang memiliki hubungan, maupun para single yg setia dengan dirinya sendiri. Intinya, atas nama cinta semuanya mempunyai masalah dengannya.

Namun aku bukannya ingin membahas tentang isi MTGW tadi malam, tapi ada hal lain yang membuat ku tercenung dan terus berputar-putar di pikiran. Hingga akhirnya tidak tahan juga untuk tidak menuliskannya.

Minggu, 24 Oktober 2010

Teater

Senin, 25 Oktober 2010

(Hm.. Sebenarnya masih bingung sih ngbacanya.. tapi ala bisa karena biasa kan.. jadi mari di biasakan ^_^)

Tak cuma menafsirkan kenyataan, tapi juga mengubahnya….

Marx mengemukakan ini—meskipun tak persis begitu—ketika ia berbicara tentang filsafat. Statemennya dapat juga diterapkan untuk ideologi dan agenda politik. Tapi di sini saya ingin mengemukakan hal yang sama untuk sesuatu yang lebih bersahaja: produksi kesenian. Terutama teater.


Teater tak cuma sebuah tafsir atas kenyataan. Bekerja dalam teater mengajarkan kepada saya bahwa pada mulanya memang bukan teks—satu kesimpulan yang juga berlaku untuk hal-hal lain dalam hidup. Ketika saya menulis libretto untuk Opera Tan Malaka, saya menyusun sebuah teks yang agak rinci. Saya sudah merancang bagaimana adegan diaktualisasikan dalam pentas, unsur apa saja yang harus hadir di sana, bagaimana para pemeran bergerak. Tapi dalam proses produksi, banyak hal berubah.

Pertama-tama perlu disebutkan, opera ini tak dimaksudkan untuk jadi sebuah narasi biografis. Saya tak ingin berkisah tentang riwayat orang yang pernah disebut sebagai ”Bapak Republik Indonesia” ini bagian demi bagian. Saya asumsikan cerita perjuangannya bisa dibaca di tempat lain. Dengan sebuah libretto saya ingin mengatakan sesuatu yang lain.

Sabtu, 23 Oktober 2010

Kisah Syahdu Sepotong Cinta

“Ayo ‘Dek, kita pulang,” suamiku menggamit tanganku. Tangan kirinya memegang payung, menaungiku dari terik matahari yang mulai menyengat ubun-ubunku di pekuburan muslim di bilangan Bandung utara itu. “Aki dan Ene’ sudah kembali, pulang ke haribaan Allah. Doakan saja kubur mereka lapang dan terang serta ridho Allah selalu melingkupi. Amiin.”
Kuberdiri menyambut tangan suamiku. “Selamat jalan Aki, selamat jalan Ene’, semoga Allah menjadikan cinta Aki dan Ene’ abadi, dan menyatukan Aki dan Ene’ hingga di jannahNya kelak. Amin,” pintaku tulus.
Kemudian kami berdua berjalan ke mobil kami dalam diam, masing-masing tenggelam dalam kenangan indah akan Aki dan Ene’ yang kini sudah terbaring dalam peristirahatan terakhir mereka yang berdampingan.

Jumat, 22 Oktober 2010

Aneh

Aneh...
Akhir-akhir ini menjadi semakin aneh
Kata-kata hanya terangkum dalam tanya
Tergantung di selasar kosong dan sunyi
Diam, tak bergerak, tanpa suara.

Aneh...
Semuanya seakan menjadi aneh kini
Pena pun berganti ruang dengan kekakuan
Tak ada bait yang mampu tuk diselesaikan
Semuanya melayang-layang terapung
Bergantungan di dinding langit semedi
Terbenam dalam artian hidupan
Mencari, menghayati hingga akhirnya berhenti.

Asterix

Senin, 18 Oktober 2010
TIAP jagoan perlu ironi. Tiap kali seorang tokoh ditampilkan demikian perkasa, penting untuk ambil jarak. Jarak untuk berpikir lagi, dengan sedikit lelucon. Jarak untuk lebih arif.

Ironi membuka pintu ke kearifan itu. Ironi, kata Anatole France, adalah la gaieté de la réflexion et la joie de la sagesse. Bersama ironi kita bisa merenung kembali dengan hati ringan tentang hal ihwal yang berlebihan—dan jadi sedikit bijaksana seraya riang.


Agaknya itulah yang membuat kita, pada usia di atas 40—yang sudah menyaksikan sejumlah omong kosong di dunia—tak berhenti menyukai komik Asterix. Kita hanya sesekali menengok kembali Superman atau Batman yang kita gemari pada usia di bawah 20.


Asterix diciptakan René Goscinny dan Albert Uderzo. Umur komik ini lebih panjang ketimbang Goscinny sendiri, yang meninggal pada 1977, setelah ulang tahunnya yang ke-51. Uderzo meneruskan karya bersama itu. Cerita bergambar yang kocak itu kini sudah mencapai sekitar 34 jilid, sejak pertama kali terbit di majalah Pilote pada 29 Oktober 1959.


Rabu, 20 Oktober 2010

Akeem Olajuwon

Hakeem Abdul Olajuwon (born January 21, 1963) is a retired Nigerian American professional basketball player. From 1984 to 2002, he played in the National Basketball Association (NBA) as a member of the Houston Rockets and Toronto Raptors. He led the Rockets to back-to-back NBA championships in 1994 and 1995. In 2008, he was inducted into the Basketball Hall of Fame. Listed at 7 ft 0 in (2.13 m) but closer to 6 ft 10 in (2.08 m) by his own admission, Olajuwon is considered one of the greatest centers ever to play the game.

Born in Lagos, Nigeria, Olajuwon traveled from his home country to play for the University of Houston. Under Coach Guy Lewis, he had a standout career for the Cougars alongside future NBA Hall of Fame player Clyde Drexler, which included three trips to the Final Four. At the time, he spelled his first name Akeem. Olajuwon was drafted by the Houston Rockets with the first overall selection of the 1984 NBA Draft, a draft that included Michael Jordan, Charles Barkley, and John Stockton. Olajuwon joined the Houston Rockets and was affectionately known as "Akeem The Dream" for his grace on and off the court. He combined with the 7 ft 4 in (2.24 m) Ralph Sampson to form a duo dubbed the "Twin Towers". The two led the Rockets to the 1986 NBA Finals, where they lost in six games to the Boston Celtics.

After Sampson was traded to the Golden State Warriors in 1988, Olajuwon became the Rockets' undisputed leader. He led the league in rebounding twice (1989, 1990) and shot-blocking three times (1990, 1991, 1993). Raised as a Muslim, Olajuwon became more devoted to the faith during this period and changed the spelling of his name from Akeem to Hakeem. In the 1993-94 season he became the only player in NBA history to win the NBA's Most Valuable Player (MVP), Defensive Player of the Year, and Finals MVP awards in the same season. His Rockets won back-to-back championships against the New York Knicks, avenging his college championship loss to Patrick Ewing, and Shaquille O'Neal's Orlando Magic. In 1996 Olajuwon was a member of the Olympic gold-medal-winning United States national team, and was selected as one of the 50 Greatest Players in NBA History. He ended his career as the league's all-time leader in blocked shots. Olajuwon is the only NBA player ever to end his career in the Top 10 for both blocks (1st all-time) and steals (8th all-time).

Minggu, 10 Oktober 2010

Puisi Cinta Habibie

Puisi ini tersebar di milis dan blog di dunia maya..

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat adalah kenyataan bahwa kematian benar benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong.hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

Selamat jalan, calon bidadari surgaku......


B.J. Habibie

Selasa, 05 Oktober 2010

Hari Ini...

Hari ini... apakah akan kembali kuhabiskan waktu seharian dirumah? Tanpa melihat dunia dan hanya terpekur di kamar.. Sungguh menjemukan. Berharap sedikit kekuatan agar kaki sanggup untuk berdiri tegak dan menantang sang mentari.

Kemarin hampir seharian penuh waktu ini kuhabiskan di kamar. Tergolek bertekuk di ranjang menahan beratnya kepala yang ternyata tak bisa diajak untuk kompromi. Telinga berdengung, seluruh kepala sakit, ditambah suhu tubuh yang mulai tidak stabil membuatku rasanya ingin meninggalkan jasad ini untuk sesaat.