Sabtu, 25 September 2010

Gadis Taman

Gadis itu berjalan pelan mengitari taman. Ini adalah putarannya yang kelima. Langkahnya gontai, kadang diseret dengan sengaja. Menandakan bahwa sesungguhnya ia telah lelah mengelilingi taman ini namun tak jua ingin berhenti. Aku memandanginya dari sudut bangku taman. Awalnya kehadirannya tidaklah mengusik lamunanku. Terlebih ada beberapa pengunjung di taman sore hari ini, meskipun tidak juga bisa dikatakan ramai. Setelah untuk yang ke 3 kalinya ia melewati bangku ku, baru aku tersadar dan mulai memperhatikannya. "Aneh, apa yang sedang di lakukannya?..", pikirku.

Aku mulai memperhatikannya dan mulai menghitung putaran yang dilewatinya. Sekarang memasuki putarannya yang ketujuh. Ntah kapan ia akan berhenti, aku tak bisa menebak. Peluh mulai terlihat menetes di dahinya. Langkahnya pun mulai melambat. Gadis itu terlihat kelelahan tapi tak ada tanda-tanda bahwa ia akan berhenti atau duduk sejenak untuk beristirahat.



Aku terus memperhatikannya. Aku ingin tahu apa yang dilakukannya dan kapan ia akan berhenti untuk mengelilingi taman ini. Aku pun mulai menghitung.. putaran kedelapan.. putaran kesembilan.. putaran kesepuluh.. Dan tiba-tiba ia berhenti. Lima meter dari bangku ku. Tepat di depan sebuah kolam air mancur yang dipagari dengan besi-besi yang sudah berkarat. Ia membungkukkan badannya perlahan, menekukkan lutut dan mulai meluruskan kaki. Ia duduk. Meluruskan pandangan ke arah kolam. Wajahnya mulai memerah karena kelelahan.

Aku bangkit dari tempat duduk dan menghampirinya. Aku pun duduk disampingnya. Ia memandangku. Untuk sesaat tatapan kami bertemu, sebelum akhirnya ia kembali meluruskan wajahnya ke depan. Tak butuh kata untuk menyapa atau bertanya karena kalimat demi kalimat kemudian mengalir darinya.

Usianya memasuki 24 tahun, tidak terpaut jauh denganku. Seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri. Ceritanya bermula dari beberapa tahun yang lalu. Saat ia mengambil sebuah keputusan penting dalam hidupnya. Saat ia memilih jalannya. Jalan yang membuat kehidupannya semakin berwarna. Yang mulai mengajarinya akan arti sebuah kedewasaan, sebuah pilihan hidup. Sebuah pilihan yang selalu memiliki sisi baik dan sisi buruk. Begitupun dengan jalan pilihannya.

Tidak banyak hal yang diceritakannya kepadaku. Dan sesungguhnya aku pun sadar bahwa aku adalah orang asing baginya. Jadi tidaklah mungkin ia akan menceritakan keseluruhan ceritanya padaku. Hanya beberapa cerita saja yang mampu kusimak. Ada seraut kebahagiaan yang kutangkap. Darinya kutahu bahwa ia bersyukur saat ini Tuhan memperkenalkan kepadanya sebuah cinta. Cinta yang memberikannya kebahagiaan. Sebuah kebahagiaan ketika ia mampu mencintai seseorang dengan seluruh jiwanya. Ada seraut kekhawatiran. Ketakutan akan hari-hari yang dijalaninya. Akan setiap pilihan-pilihan yang dihadapinya. Dan ia tidak ingin untuk salah melangkah lagi. Ada seraut kesedihan. Kesedihan ketika menyadari bahwa dalam sikapnya ia telah melakukan kesalahan-kesalahan. Terkadang sikapnya telah menyakiti orang-orang yang ia sayangi dan ia cintai. Menyakiti orang-orang yang menyayangi dan mencintainya.

Aku memandang wajahnya. Terpahat sebuah kesedihan dan ketegaran dsana. Kristal-kristal air bertahan di pelupuk matanya. Perlahan mulai mengabur, kembali jernih dan tak sempat terjatuh. Ia terdiam agak lama dan kemudian berkata:
"Tersenyumlah untuk hidupmu, bagaimanapun Tuhan menakdirkannya untukmu. Mungkin di tengah jalan kamu akan melakukan kesalahan-kesalahan sehingga membuatmu marah dan bahkan membenci dirimu sendiri, namun tak ada seorang manusia pun yang luput dari kesalahan. Kamu tak bisa memastikan dirimu untuk tidak menyakiti siapa pun. Yang bisa kamu lakukan adalah membuat mereka lebih memikirkan kebaikan yang kamu lakukan daripada kesalahan-kesalahan itu. Jalanilah hidupmu, jangan pernah takut, bosan ataupun lelah. Hadapilah... terimalah setiap mentari pagi dengan senyuman. Aku duduk bukan untuk berhenti, tapi untuk berjalan lebih panjang."

Lalu gadis itu memalingkan wajahnya padaku. Bibirnya mengukir sebuah senyuman. Kemudian ia bangkit perlahan dan mulai berjalan. Kembali mengitari taman..

Siluet kemerahan mulai berarak di ufuk barat. Kali ini aku benar-benar tak bisa menerka sampai putaran keberapa gadis itu akan berhenti. Tapi ada yang berbeda dengannya kini. Ia mengitari taman dengan sebuah senyuman.

3 komentar: